Beberapa bulan yang lalu tepatnya pada bulan November 2018 saya melakukan perjalanan menuju Bogor untuk mengikuti Pelatihan Tenaga Fasilitator Desa Peduli Gambut Angkatan III. Pada kesempatan ini kami berangkat 10 calon Fasilitator DPG dan ditambah 1 lagi merupakan cadangan.
Kegiatan pelatihan ini dimulai pada tanggal 12 November s/d 17 November 2018 di Padjadjaran Suites Resort & Convention Hotel. Pelatihan ini diikuti oleh Seluruh Fasdes Kemitraan-BRG dari 6 Provinsi di Indonesia yaitu, Provinsi Riau, Sumsel, Jambi, Kalteng, Kalsel dan Kalbar.
Pelatihan ini diakhiri dengan Penandatanganan Kontrak Kerja Fasdes masing-masing provinsi, di dalam kontrak tertulis bahwa kami mulai bertugas mulai bulan November 2018 s/d September 2019.
Ketika pulang ke Pekanbaru kami dijadwalkan untuk melakukan pertemuan, terkait desa dimana kami bertugas. Pada saat ini saya mendapatkan Desa Rimbo Panjang yang berbatasan langsung dengan Kota Pekanbaru.
Keadaan ini membuat saya senang karena masih bisa dijangkau dari lokasi domisili saya di Pekanbaru dan juga was-was, karena yang saya hadapi bukan Masyarakat Desa namun lebih ke Masyarakat Kota.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Dinamisator Badan Restorasi Gambut (BRG) Provinsi Riau (Muslim) dan juga PMU Provinsi Riau (Ubat Romaida). Perasaan saya pada saat itu campur aduk antara senang dan takut. Takut tidak bisa menjalankan tugas dan menyampaikan apa yang perlu disampaikan ke masyarakat terkait kegiatan restorasi gambut.
Tibalah disaat hari dimana yang harus saya jalani sebagai Fasdes DPG Rimbo Panjang, mulai dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Desa, dan ternyata kepala Desa Rimbo Panjang merupakan Fasdes DPG APBN angkatan pertama dan saya mulai mendapat kepercayaan diri karena di Desa ada senior. Pada saat melakukan koordinasi ditingkat Desa saya mendapatkan respon yang positif dan berkegiatan sampai pada saat ini.
Desa Rimbo Panjang merupakan desa yang mayoritas berkontur gambut, ada lebih kurang 7000 hektare lahan gambut di desa tersebut, kondisi eksisting lahan gambut di Rimbo panjang telah beralih fungsi menjadi perluasan pemukiman (perumahan) dan perkebunan.
Desa ini memang cukup punya alasan untuk di jadikan DPG karena pada pada tanggal 24 Februari 2015 terjadi kebakaran di lahan gambut di Desa Rimbo Panjang hingga terdapat 625 spot titik api dan area yang terbakar juga melingkupi kubah gambut yang kebanyakan berada di wilayah dusun I, dan kondisi kumbah gambut pasca kebakaran umumnya menjadi semak belukar dan belum dimanfaatkan, selain itu ada beberapa wilayah yang menjadi bekas kebakan beralih fungsi menjadi perumahan. Sedangkan kebakaran walaupun masih terjadi khususnya di wialayah yang sudah menjadi semak, namun tidak besar (Profil Desa Peduli Gambut 2019).
Desa Rimbo Panjang merupakan Desa yang selalu dikenal dengan Nenas dan Produk Nenas berupa Kerupuk, sirup dan Dodol Nenas, namun pada saat ini di Desa belum ada kelompok yang benar-benar mempunyai Legalitas untuk membangkitkan produk unggulan Desa ini.
Pada saat dilaksanakan pelatihan BUMDesa dan Pokmas di Pekanbaru, di sini merupakan angina segar yang saya dan rekan-rekan fasdes lain rasakan, dimana pada kesempatan ini ikut hadir Pak Wisnu,TA Perekonomian dari Kemitraan, dimana setelah selesai pelatihan kami membahas pengajuan proposal untuk mengakses Dana Hibah berupa kegiatan-kegiatan yang mendukung untuk peningkatan perekonomian masyarakat Desa yang dikenal dengan Economic Empowerment Sustainable Livelihood (EESL).
Dari informasi yang diberikan ini akhirnya saya dan ibu-ibu Desa Rimbo Panjang berinisiatif membentuk Pokmas yang khusus untuk produk unggulan Desa yaitu Pokmas Nenas Berduri yang beranggotakan 14 orang dimana 11 orang dari kelompok adalah perempuan dan 3 orang laki-laki. SK Kelompok ditandatangani Kepala Desa Rimbo Panjang pada tanggal 26 Agustus 2019. Semoga ini membawa berkah buat Desa Rimbo Panjang dan masyarakatnya.