Program Desa Peduli Gambut Ketahanan Pangan dengan durasi singkat 3 bulan pada Tahun 2020 dijadikan momentum oleh Badan Restorasi Gambut untuk menyelenggarakan sekolah lapang bagi para kelompok masyarakat pengelola dana R3 Ketahanan Pangan yang melakukan kegiatan budidaya di lahan gambut. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Mulyasari, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Lokasi kegiatan di gedung olahraga Desa Mulyasari yang pesertanya terdiri dari 21 kelompok masyarakat yang diwakili oleh 2 orang setiap kelompok. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 3-5 November 2020 dengan tema "Sekolah Lapang Petani Gambut Usaha Wanatani Organik Berbasis Porang dan Kelor Kawasan Perdesaan Gambut".
Kusisah yang merupakan Ketua Kelompok Wanita Peduli Gambut Desa Mulyasari merupakan salah satu peserta pada kegiatan tersebut. Sepanjang kegiatan berlangsung selama 3 hari, dia terlihat begitu fokus dan menyimak, juga menyampaikan banyak pertanyaan kepada narasumber yaitu Pak Eko (porang) dan Ibu Catur (kelor). Ternyata usut punya usut, sekolah lapang itu merupakan yang pertama baginya, dia tidak pernah mengikuti kegiatan semacam itu sebelumnya. Sebenarnya dia jugalah orang dibalik layar yang memfasilitasi semua keperluan alat dan bahan untuk kegiatan sekolah lapang selama 3 hari, selain Kepala Desa tentunya. Karena sebagai tuan rumah kegiatan sekolah lapang, wajarlah Kepala Desa Mulyasari ingin memberikan pelayanan yang maksimal.
Belum hilang dari ingatanku pesan whatsapp yang dikirim oleh bu Kusisah awal bulan Januari ini, bagaimana ketua kelompok yang kudampingi itu memamerkan suburnya tanaman di lahan miliknya seluas 50 m x 20 m. Mulai dari porang, kelor, jagung, cabai, laos, kencur, jahe merah, bayam, bawang dayak dan terong yang tersusun rapi di kebun miliknya. Tidak kurang dari 5 foto dikirimkannya hanya untuk memberitahukan kepadaku bahwa dia telah mendapatkan manfaat dari materi yang diajarkan padanya sewaktu mengikuti sekolah lapang itu.
Pembuatan pupuk organik dengan komposisi kotoran sapi, bongkol pisang, serta sisa sayuran limbah rumah tangga ialah ilmu yang ia terapkan pada lahannya. Ia bercerita, sebelumnya hanya menggunakan kotoran sapi saja, tetapi setelah mengetahui bahwa bahan-bahan nabati lain dapat dicampurkan untuk meningkatkan nilai kandungan hara, maka dia menerapkannya pada lahan miliknya. Dalam satu bulan tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan hanya menggunakan kotoran sapi.
Formulasi yang digunakannya untuk meramu pupuk pun dibeberkannya, kotoran sapi sebanyak 100 kg dicampurkan dengan bongkol pisang, dedak 1 kg, gula merah 1 kg, kemudian dicampurkan dengan sisa sayuran. Terkadang menggunakan kangkung atau daun keladi. Terakhir disemprot dengan Efektif Mikroorganisme (EM4). Bahan-bahan tersebut ditutup dengan terpal selama sebulan untuk mempercepat proses penguraiannya. Pupuk digunakannya sebelum melakukan penanaman di lahan, sebagai media tanam awal dan untuk perawatannya.
Tahun 1983, Kusisah kecil yang saat itu masih duduk di kelas 4 SD mengikuti orang tuanya menjadi salah satu peserta transmigrasi ke Desa Mulyasari. Sejak SMP Kusisah sudah membantu orangtuanya menanam padi, jagung, labu, kacang tanah, dan semangka. Menurutnya hasil panen di masa itu sangat memuaskan. Setelah menamatkan SMA Kusisah bekerja di perusahaan, hingga akhirnya menikah pada tahun 1994.
Tahun 2010 merupakan awal bagi Kusisah dan suaminya membuka lahan seluas 50 m x 100 m dengan ketebalan gambut sekitar 50 cm untuk kegiatan pertanian, hasilnya saat itu tanpa menggunakan pupuk sekitar 1,8 kwintal. Semenjak itu mereka terus menerus menggunakan urea dan bahan kimia lainnya untuk mendukung kegiatan pertaniannya. Hingga pada tahun 2019 ada beberapa sosialisasi yang diselenggarakan di desa terkait penggunaan pupuk kandang, dan terakhir pada tahun 2020 ada sekolah lapang dari BRG yang memberikan panduan untuk melakukan pertanian organik.
Pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan Kusisah dari sekolah lapang ditularkan kepada petani yang lain di desanya. Terakhir Kusisah dah suaminya berencana akan mengelola sisa lahan mereka yang luasnya 50 m x 50 m dengan menggunakan pupuk organik penuh dan penataan yang lebih baik dengan satu jenis tanaman per baluran, agar rapi dan terlihat indah.