Peraturan Desa (Perdes) disusun berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang ada di Desa. Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa dalam ketentuan umum pasal 1 (ayat 1) menjelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, asal usul dan/hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sehingga dengan kewenangan inilah Pemerintah Desa punya andil dalam merumuskan Peraturan Desa yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di Desa.
Peraturan Desa ini sendiri punya andil yang cukup besar sebagai dasar legalitas masuknya sebuah kegiatan yang akan dilaksanakan, karena seyogiyanya Peraturan Desa dibentuk berdasarkan Prakarsa Masyarakat Desa. Membangun inisiatif dari masyarakat ini menjadi tantangan bagi saya sebagai Fasilitator Desa Peduli Gambut (Fasdes DPG) yang ditugaskan di Desa Bina Sejahtera, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Dulu daerah ini wilayah Unit Pemukiman Transmigrasi Dadahup-1 (UPT Dadahup-1). Karena secara umum masyarakat disini adalah tani yang bukan bekerja di dunia Pemerintahan. Sehari-hari mereka mengelola sawah dan kebun untuk menyambung hidup.
Kompleksitas tantangan Program DPG Tahun 2020 ini yang menjadikan saya harus bisa berpikir efektif, efisien bisa menjaga kesehatan dalam melaksanakan tugas, melewati alur tahapan mana saya seharusnya masuk menyampaikan maksud dan tujuan program terkait dengan masa pandemi Covid-19 yang menjadi masalah bagi Pemerintah dan masyarakat kita sendiri. Salah satu tokoh masyarakat Desa Bina Sejahtera, Pak Sarnie menyampaikan rasa takut dan cemas masyarakat terhadap orang luar yang masuk ke desa.
Menyikapi dari kondisi permasalahan saat ini saya mulai menyusun konsep strategi yang dilakukan, mulai dari penempatan awal Maret tahun 2020 saya harus berkoordinasi dengan Pemdes, BPD dan tokoh masyarakat terkait dengan maksud dan tujuan program ini masuk ke desa. Selanjutnya sosialisasi di Balai Desa yang diselenggarakan oleh Pemdes dan BPD dengan hanya dihadirkan perwakilan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda dan ketua rukun tetangga masing-masing RT dengan tetap mengacu protokoler kesehatan. Strategi ini saya lakukan setelah berkoordinasi dengan Kepala Desa.
Interaksi sosial merupakan modal dasar dalam menggali informasi yang efektif, hal ini saya lakukan untuk menggali informasi permasalahan Desa yang ada, selain dari data sekunder yang sudah saya terima dan pelajari dari arsip Desa, berupa RPJMDes, RKPDes, APBDes hingga Perdes. Sehingga dari interaksi sosial dan mempelajari dokumen desa yang ada, saya bisa menarik kesimpulan awal bahwa, regulasi yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem gambut belum ada.
Saya kemudian menyosialisasikan bahaya karhutla dan bagaimana cara mengelola dan memanfaatkan ekosistem gambut dengan baik melibatkan Pemdes, lembaga desa dan tokoh masyarakat, khususnya Kader Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG) yang sudah ikut pelatihan di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas. Dukungan dan pembelajaran inilah yang memuluskan saya bisa menyelesaikan Peraturan Desa Tentang Pemanfaatan dan Pengelolaaan Ekosistem Gambut. Dengan melakukan sosialisasi dan praktek lewat mini demplot, masyarakat bisa melihat hasilnya dan tergerak hati ikut andil memprakarsai terbentuknya Perdes Bina Sejahtera Nomor 37 Tahun 2020 Tentang Pemanfaatan dan Pengelolaan Ekosisitem Gambut (PPEG). Perdes ini selesai melalui tahapan proses yang cukup panjang dengan menyesuaikan waktu dan kondisi, khususnya bagi Pemerintah Desa dalam kesibukan terkait perubahan penggunaan APBDes dan pertanggungjawaban keuangan desa yang dituntut ekstra cepat terkait pandemi Covid-19.