Bersiasat Mengelola Tanaman Jangka Pendek Hingga Panjang di Demplot Paludikultur
Aneka sayuran dan bibit pohon manggis, durian serta belangiran dan jelutung tersebar di lahan demplot paludikultur di Desa Bangun Harja dan Desa Mekar Indah, Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Kalimantan Tengah. Pepohonan tersebut ditanam kelompok tani dua desa sejak Oktober 2020. Kelompok Tani Sumber Makmur A dengan jumlah anggota 18 orang berada di Desa Bangun Harja, sedang di Desa Mekar Indah beranggotakan 15 orang.
Sebagai
fasilitator Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di dua desa tersebut,
saya mendorong warga menerapkan model tersebut. Paludikultur adalah penanaman
tanaman yang tepat di tanah gambut. Sebelumnya, para petani hanya bercocok
tanam sayuran saja yang merupakan tanaman jangka pendek. Mereka belum terpikir
menanam tanaman lainnya untuk meningkatkan penghasilan.
Melalui
paludikultur, BRGM membimbing kelompok tani untuk menanam tanaman jangka
pendek, menengah dan panjang di lahan demplot. Agar mereka memiliki penghasilan
jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Tanaman holtikultura seperti bawang prei,
jagung, terong, cabe, jahe merupakan produk jangka pendek yang cepat memberikan
penghasilan bagi petani. Untuk tanaman jangka menengah adalah buah durian,
manggis, cempedak, petai, dan kelengkeng. Tanaman ini baru dapat dipanen pada
usia 5 sampai 7 tahun. Sedangkan tanaman
jangka panjang adalah belangiran dan jelutong, yang merupakan tanaman asli di
lahan gambut.
Demplot
paludikultur merupakan salah satu teknik restorasi dan budidaya di lahan
gambut. Sistem ini diyakini mampu
mengembalikan kondisi biofisik dan fungsi ekologis lahan gambut. Bahkan model
tersebut berpotensi mengembalikan fungsi ekonomi gambut. Pada pelaksanaannya, jenis-jenis
tumbuhan yang ditanam adalah yang adaptif terhadap kondisi lahan yang relatif
masam dan tahan genangan. Sistem paludikultur pada dasarnya mirip dengan sistem
agroforestry. Hanya saja istilah agroforestri lebih sering dipakai pada tanaman
darat, sedang paludikultur pada tanah gambut atau tanah rawa.
Praktik
paludikultur sudah banyak dilaksanakan masyarakat yang tinggal di kawasan
gambut. Pada prinsipnya paludikultur yang diterapkan secara tradisional oleh
masyarakat lokal adalah praktik-praktik budidaya tanaman yang telah
beradaptasi di rawa dan rawa gambut. Praktik
tradisional ini kemudian dikembangkan oleh BRGM untuk menghasilkan sistem yang
lebih produktif dan ramah lingkungan, serta mengurangi penggunaan bahan kimia
pada tanaman.
Dalam penerapan perlu memperhatikan jenis tanaman yang cocok ditanam
pada ketinggian air di lokasi demplot
paludikultur agar mampu bertahan hidup. Selain itu juga perlu dipilih tanaman
yang cepat panen agar petani bisa mendapatkan penghasilan. Sambil menunggu panen tanaman jangka menengah
dan panjang, para petani di lokasi demplot paludikultur dapat membersihkan dan
merawat tanaman jangka pendek, menengah dan panjang.
Apa
hasil dari penerapan metode ini? Kita
bisa mengukurnya dari kelayakan finansial para petani di dua desa tersebut. Komoditi
yang ditanam di lokasi demplot
paludikultur adalah yang cocok dengan lahan gambut.
Manfaat yang dirasakan petani dari demplot paludikultur adalah mampu
menanam pada lahan yang sempit. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi
petani.
Pada periode
pertama demplot paludikultur di Desa Bangun Harja, kelompok tani Sumber Makmur mampu
memanen 800 kg bawang prei, setelah panen jagung yang kemudian disusul panen cabe mencapai 600 kg dengan
harga Rp 60 ribu/kg. Kelompok tani Mekar Jaya juga memanen bawang prei,
kemudian terong, cabe, jagung dan jahe dengan memanfaatkan lahan yang kurang
lebih dua hectare.
Pada masa pandemi
Covid, kelompok tani ini mampu meningkatkan hasil panennya sehingga mereka tidak
merasakan dampak ekonomi dari pagebluk Corona. Selain itu, mereka membantu
kelompok tani lainnya dengan memberikan bibit sayur seperti bawang prei, cabe
dan jahe.
Penerapan restorasi gambut berbasi demplot paludikultur
di Desa Bangun Harja dan Desa Mekar Indah perlahan-lahan memberikan dampak yang
positif bagi masyarakat. Mereka mulai memanfaatkan lahannya dengan menaman
tanaman yang bisa menghasilkan pendapatan. Mereka juga meninggalkan kebiasaan
membakar untuk membersihkan lahan dengan menerapkan praktik pengolahan lahan
yang lebih ramah lingkungan. Tidak hanya
itu, mereka menanam tanaman asli gambut agar ekosistem gambut perlahan-lahan
pulih kembali.