Kemitraan Partnership bekerjasama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) serta Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua menyelenggarakan Lokakarya Penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.8/2021 dan P.9/2021 dalam Konteks Otonomi Khusus Papua di Jayapura, Papua, Rabu-Jumat (23-25/3/2022).
Hampir sebagian besar khalayak yang pernah berkunjung ke Papua memahami persepsi masyarakat adat Papua bahwa semua tanah dan hutan di bumi Papua adalah tanah dan hutan adat. Namun secara faktual kita juga menyaksikan bahwa di sana ada konsesi perizinan berusaha pemanfaatan hutan berskala besar. Demikian juga konsesi-konsesi perizinan berusaha lainnya di luar kawasan hutan. Inilah konflik tenurial berskala besar di bumi Papua. Penguasaan sumber daya alam secara faktual berbasis adat berbenturan dengan pemguasaan secara de jure berbasis legal formal.
Apakah kondisi tersebut akan tetap dibiarkan berlangsung terus menerus tanpa upaya perbaikan? Otonomi Khusus Papua telah berjalan lebih 20 tahun (2001-sekarang), dan dalam pelaksanaannya sering berbenturan dengan peraturan perundangan sektoral (kehutanan, dll).
Yunus Yumte dari Samdhana Institute berpandangan bahwa penerapan Peraturan tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial (P.9/2021) harusnya fokus pada Hutan Adat. Ironisnya, hingga saat ini belum ada Hutan Adat yang telah ditetapkan secara definitif oleh KLHK di Papua. Dalam laman GoKUPS (SinavPS) baru muncul Wilayah Indikaktif Hutan Adat seluas 18.839,69 ha. Tentu ada pertanyaan besar di sini.
Kemitraan Partnership pernah bekerjasama dengan Perkumpulan PPMA Papua dan beberapa LSM di Papua dalam penguatan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Kemudian Bupati menerbitkan SK Tentang Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura. Kemudian juga diterbitkan SK Bupati tentang Kampung Adat. Bahkan kemudian terbit Peraturan Daerah tentang Kampung Adat. Namun bagaimana bisa upaya-upaya tersebut belum berdampak kearah pengakuan legal formal terhadap Hutan Adat di Kabupaten Jayapura.
Prof. Hariadi Kartodihardjo Guru Besar Kehutanan IPB University dalam mencermati situasi tersebut memberikan saran agar pendekatan untuk penguatan hak-hak masyarakat adat Papua tidak hanya semata-mata berfokus pada aspek legal formal. Pendekatan pemberdayaan ekonomi masyarakat juga perlu mendapat perhatian yang memadai.
Mudah-mudahan ke depan ada langkah-langkah yang lebih baik yang berpihak pada penguatan hak-hak masyarakat adat Papua. @WitoLaros